NABI
LUTH AS DAN KAUMNYA HOMO
LUTH AS.
Nama: Luth bin Haran.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Haran ⇒ Luth As.
Usia: 80 tahun.
Periode sejarah: 1950-1870 SM.
Tempat diutus: Sodom dan Amurah (Laut Mati atau Danau Luth).
Jumlah keturunannya: 2 putri (Ratsiya dan Za’rita).
Tempat wafat: Desa Shafrah di Syam (Syria).
Sebutan kaumnya: Kaum Luth.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 27 kali.
Nama: Luth bin Haran.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Haran ⇒ Luth As.
Usia: 80 tahun.
Periode sejarah: 1950-1870 SM.
Tempat diutus: Sodom dan Amurah (Laut Mati atau Danau Luth).
Jumlah keturunannya: 2 putri (Ratsiya dan Za’rita).
Tempat wafat: Desa Shafrah di Syam (Syria).
Sebutan kaumnya: Kaum Luth.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 27 kali.
Nabi Luth bin Haran bin Tarih (Azar) adalah keponakan Nabi Ibrahim a.s. Ia
diutus oleh Allah swt. kepada kaumnya. Maka, mulailah ia menyeru kaumnya untuk
hanya menyembah Allah swt. dan meninggalkan penyembahan kepada patung-patung
berhala. Nabi Luth memulai dakwahnya dengan menanamkan tauhid sebagaimana
lazimnya para nabi berdakwah kepada kaumnya. Namun, kaum Nabi Luth a.s. adalah orang-orang yang paling durhaka, paling
kafir, dan paling jahat sifat dan perilakunya. Mereka gemar membegal dan menyamun.
Mereka gemar melakukan hal-hal mungkar dalam pertemuan-pertemuan mereka. Di
antara mereka tidak ada budaya saling menasihati untuk kebaikan. Bahkan, mereka
melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh manusia sebelumnya:
mereka bersenggama dengan sesama jenis. Lelaki dengan lelaki (Homoseksual).
Mereka tidak mau menikahi wanita. Inilah puncak kedurhakaan kaum Luth kepada
Allah swt.
Nabi Luth a.s. berusaha mengembalikan kaumnya kepada penyembahan hanya
kepada Allah saja. Nabi Luth juga berusaha mengembalikan kaumnya kepada fitrah
manusia yang luhur. Tapi, kaumnya tidak mau berhenti dari kesesatan. Mereka
tidak malu mempertontonkan perbuatan keji mereka itu. Mereka bukan saja tidak
mau mendengar nasihat, bahkan menganiaya Nabi Luth. “Usirlah Luth berserta
keluarganya dari negerimu. Karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang
(mengaku dirinya) bersih.” (An-Nahl: 56). Tidak hanya itu. Kaumnya menantang Nabi Luth agar ia mendatangkan adzab
Allah swt. kepada mereka. “Datangkanlah kepada kami adzab Allah, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar.” (Al-Ankabut: 29). Karena itu, Nabi Luth
meminta pertolongan Allah swt., “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan
adzab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (Al-Ankabut: 30).
Allah swt. murka dan mengabulkan doa Nabi Luth. Dia mengutus para
malaikatnya. Para malaikat itu terlebih dahulu menuju ke rumah Nabi Ibrahim
a.s. untuk memberi kabar gembira kepada tentang kelahiran anak yang begitu
diharapkan Nabi Ibrahim. Setelah itu, para malaikat menceritakan misi besar
yang mereka emban atas kaum nabi Luth.
Nabi Ibrahim bertanya, “Apakah urusan kamu sekalian, wahai para utusan?”
Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang pendosa (kaum
Luth), agar kami timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras) yang
ditandai di sisi Tuhanmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui
batas.” (Adz-Dzariyat: 31-34).
Dialog ini diabadilan Allah swt. dalam
Al-Qur’an tidak sekali. “Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada
Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami akan
menghancurkan penduduk kota (Sodom) ini. Sesungguhnya penduduknya adalah
orang-orang yang zhalim.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya di kota itu ada Luth. “Para
malaikat berkata, ‘Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami
sunguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya, kecuali
isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).'”
(Al-Ankabut: 31-33).
Para malaikat yang terdiri dari Jibril,
Mikail, dan Israfil itu berangkat menuju negeri Sodom. Mereka datang dalam
wujud pemuda yang berwajah rupawan. Ini sebagai ujian bagi kaum Luth dan agar
nanti menjadi alasan untum membinasakan mereka. Para pemuda rupawan itu bertamu
ke rumah Nabi Luth tepat ketika matahari terbenam. Nabi Luth yang tidak tahu
bahwa mereka adalah malaikat, segera menerima mereka. Nabi Luth khawatir atas
keselamatan mereka, apalagi jika diterima oleh orang lain. “Dia (Luth) merasa
susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan para pemuda itu, dan dia berkata,
‘Ini adalah hari yang amat sulit.'” (Hud: 77).
Bagaiman tidak sulit, sebab malam itu
pasti Nabi Luth akan mempertahankan tamu-tamunya dari serbuan kaumnya
sebagaimana yang sering terjadi jika ada tamu datang ke rumahnya. Nabi Luth
membawa para pemuda yang menjadi tamunya itu masuk ke dalam rumahnya secara
diam-diam. Tidak ada yang tahu, kecuali anggota keluarganya. Tapi tiba-tiba
isterinya keluar dan menceritakan kepada kaumnya, “Sesungguhnya di rumah Luth
ada beberapa anak muda tampan, yang tidak pernah aku lihat orang yang wajahnya
setampan mereka.”
Maka berdatanganlah orang-orang ke ruman
Nabi Luth. Mereka ingin berbuat mesum dengan menyodomi para pemuda yang menjadi
tamu Nabi Luth. Melihat gelagat buruk itu, Nabi Luth menasihati mereka agar
menikahi anak-anak wanitanya saja. Namun seruan itu sia-sia. Orang-orang yang
tidak tahu malu itu berusaha menerobos masuk dan menyerbu para tamu Nabi Luth. Dalam
situasi genting itu, malaikat Jibril keluar dan memukulkan ujung sayapnya
kepada mereka. Tiba-tiba mata mereka menjadi buta. Akibat pukulan itu kaum Luth
mundur sambil mengancam Nabi Luth. Para malaikat menyuruh Nabi Luth pergi dari
rumah dengan membawa keluarganya di akhir malam nanti, dan tidak boleh seorang
pun menoleh ke belakang.
Di hari itu, di akhir malam, Jibril
mengangkat rumah-rumah kaum Luth. Semuanya ada tujuh rumah. Rumah-rumah itu
diangkat, lalu dibalikkan. Bagian atas ditaruh di bawah kemudian dihempaskan ke
bumi. Sementara dari langit batu-batu dari sijjil yang setiap batu tertulis
nama orang yang hendak ditimpakan dan menghujani mereka. Hukuman ini tentu
bukan sebuah kezhaliman. Sebab, Allah swt. telah menetapkan bahwa Dia tidak
akan menghukum orang-orang zhalim, kecuali setelah Dia memberikan argumentasi
yang kokoh kepada mereka, dan setelah didahului dengan janji dan acaman yang
diberikan kepada mereka lewat diutusnya salah seorang Rasul-Nya yang mulia,
untuk mencegah mereka dari perbuatan buruk dan memperingatkan mereka akan adzab
Allah yang amat pedih. Rasul Allah itu menyerukan peringatannya di tengah
mereka di setiap kota, desa, dan di mana saja.
Begitu juga yang dilakukan oleh Nabi Luth.
Ia benar-benar memberi nasihat kepada kaumnya. “Mengapa kamu sekalian melakukan
perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun di dunia ini sebelum
kamu?” (Al-A’raf: 80). Kemudian Nabi Luth mengulang perkataannya sebagai
nasihat di kala kaumnya semakin tidak menggunakan otaknya lagi. “Sesungguhnya
kamu sekalian mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka),
bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini adalah orang-orang yang melampaui batas.”
(Al-A’raf: 81).
Orang-orang yang zhalim yang tidak
memiliki akal sehat lagi itu menjawab dengan ngawur. “Usirlah Luth beserta
keluarganya dari negerimu ini. Karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang
(mengaku dirinya) bersih.” (An-Naml: 56). Begitulah orang jika sudah diluputi
nafsu dan kesesatan, membolak-balikan norma-norma agar sesuai dengan keingan
nafsu mereka. Ketika pembangkangan mereka sudah sampai puncaknya, Allah swt.
memberikan ujian terakhir kepada Nabi Nuh dengan mengutus beberapa malaikat
dengan wujud manusia: pemuda-pemuda yang sangat tampan. Sebagai nabi yang
dikenal lapang dada, para pemuda ini singgah. “Luth merasa susah dan merasa
sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata, ‘Ini adalah hari yang
amat sulit.'” (Hud: 77).
Dan terdengarlah teriakan kepada kaum
homoseks itu bahwa di rumah Nabi Luth ada beberapa tamu yang tampan dan tidak
pernah ada pemuda yang setampan mereka. Dengan cepat kabar itu menyebar. Kaum
homo itu berdatangan ke rumah Nabi Luth dan mengira akan bisa melampiaskan syahwat
menyimpang mereka di sana. “Dan datanglah kaum Luth kepadanya dengan bergegas.
Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan keji.” (Hud: 78). Mereka
menyerbu masuk ke rumah Nabi Luth. Nabi Luth menahan mereka dengan susah payah.
“Hai kaumku, ini putri-putriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah
kalian kepada Allah, dan janganlah mencemarkan namaku di hadapan tamuku. Tidak
adakah di antara kamu orang berakal?”
Mereka menjawab, “Sesungguhnya kamu tahu
bahwa kami tidak berhasrat kepada putri-putrimu. Dan sesungguhnya kamu tentu
mengetahui apa yang sebenarnya kami inginkan.” Sungguh sebuah jawaban yang
tidak pantas dan secara terang-terangan membangkang. Sungguh berat kondisi Nabi
Luth. Ia diserbu tanpa pembelaan. “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk
menolak) kamu sekalian, atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat
(tentu aku melakukannya).” (Hud: 80).
Melihat kondisi Nabi Luth yang terdesak
seperti itu, barulah para malaikat membuka identitas mereka. “(Tenanglah kamu,
hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu. Sekali-kali mereka
tidak akan dapat mengganggu kamu!” (Hud: 81). Mendengar itu, Nabi Luth sangat gembira. Lalu dikatakan kepadanya, “Sebab
itu, pergilah kamu dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikutmu di akhir
malam, dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali
isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa adzab seperti yang menimpa mereka.
Karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah waktu subuh.
Bukankah subuh itu sudah dekat?” (Hud: 81).
Karena kaum Luth tetap membangkang, tetap
berhasrat mengganggu tamu-tamu Nabi Luth, dan tidak menjaga kehormatan keluarga
Nabi Luth, Jibril memukul wajah mereka dengan ujung sayapnya. Pukulan itu
mengakibatkan mata mereka hapus dan mereka menjadi buta. Dalam keadaan buta,
mereka mundur dengan melontarkan ancaman, “Besok kamu akan tahu apa yang akan
menimpamu, hai orang gila!”.
Tetapi, saat fajar menyingsing datanglah
perintah Allah swt. Jibril membedol kota Sodom. Mengangkat tinggi-tinggi
rumah-rumah mereka di udara. Lalu membaliknya dan menghempaskannya ke bumi
diiringi hujanan batu-batu sijjin. “Maka tatkala datang adzab Kami, Kami
jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah. (Kami balikan), dan kami
hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang
diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidak jauh dari orang-orang yang
zhalim.” (Hud: 82-83).
Isteri Nabi Luth ikut keluar rumah bersama
suami dan kedua anak perempuannya. Namun, wanita itu ketika mendengar jeritan
dan gemuruh kehancuran kaumnya, menoleh ke belakang. Seketika itu juga sebutir
batu jatuh menimpanya. Menembus batok kepalanya. Ia roboh. Musnah seperti
kaumnya yang membangkang. Begitulah nasib wanita yang berkhianat kepada
suaminya, yang membantu orang-orang membangkang pada ajaran Nabinya. “Allah
membuat isteri Nabi Nuh dan isteri Nabi Luth perumpamaan bagi orang-orang
kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara
hamba-hamba Kami. Lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka
kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah,
dan katakanlah (kepada keduanya), ‘Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang
masuk (neraka).” (At-Tahrim: 10). Begitulah Walihah, isteri Nabi Luth. Wanita
ini isteri seorang nabi dan rasul, bahkan keluarga dekat Nabi Ibrahim. Tetapi,
ia binasa diadzab bersama dengan kaumnya yang membangkang kepada Allah swt.
Daftar
Pustaka
http://www.dakwatuna.com/2008/04/13/504/nabi-luth-dan-hancurnya-kaum homo/#ixzz6HsTFGGnw
http://www.dakwatuna.com/2008/04/13/504/nabi-luth-dan-hancurnya-kaum homo/#ixzz6HsTFGGnw
Komentar
Posting Komentar