NABI IBRAHIM AS BAPAK PARA NABI





NABI IBRAHIM AS.
Nama: Ibrahim bin Tarakh.
Garis Keturunan: Adam As.
Syits Anusy Qinan Mihlail Yarid Idris As. Matusyalih Lamak Nuh As. Sam Arfakhsyad Syalih Abir Falij Ra’u Saruj Nahur Tarakh Ibrahim As.
Usia: 175 tahun.
Periode sejarah: 1997-1822 SM.
Tempat diutus: Ur, daerah selatan Babylon (Irak).
Jumlah keturunannya: 13 anak (termasuk Nabi Ismail As. dan Nabi Ishaq As.). Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron, Palestina/Israel).
Sebutan kaumnya: Bangsa Kaldan.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 69 kali.

Kata uswah atau keteladanan dalam Al-Qur’an hanya ditujukan pada dua tokoh nabi yang sangat mulia, Nabi Ibrahim a.s. (Mumtahanah: 4,6) dan Nabi Muhammad saw. (Al-Ahzab: 21). Demikian juga gelar khalilullah (kekasih Allah) hanya disandang oleh kedua nabi tersebut. Begitu juga shalawat yang diajarkan Rasulullah saw. pada umatnya hanya bagi dua nabi dan keluarganya. Pilihan Allah ini sangat terkait dengan risalah yang telah dilakukan oleh keduanya dengan sangat sempurna.
Sejarah dan keteladan Nabi Muhammad saw. telah banyak disampaikan. Dan pada kesempatan ini marilah kita sedikit menyingkap sejarah dan keteladanan Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya. “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.’ Ibrahim berkata, ‘(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.’ Allah berfirman, ‘Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.’” (Al-Baqarah: 124).
Berkata Ibnu Abbas r.a., “Belum ada para nabi yang mendapatkan ujian dalam agama kemudian menegakkannya dengan sempurna melebihi Ibrahim as.” Ibnu Abbas banyak menyebutkan riwayat tentang ujian yang dilaksanakan Ibrahim a.s, di antaranya manasik atau ibadah haji; kebersihan, lima pada bagian kepala dan lima pada tubuh. Lima di bagian kepala yaitu mencukur rambut, berkumur, membersihkan hidung, siwak, dan membersihkan rambut. Lima pada bagian tubuh yaitu menggunting kuku, mencukur rambut bagian kemaluan, khitan, mencabut rambut ketiak, dan istinja.
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas mengatakan, ”Kalimat atau tugas yang dilaksanakan dengan sempurna yaitu meninggalkan kaumnya ketika mereka menyembah berhala, membantah keyakinan raja Namrud, bersabar ketika dilemparkan ke dalam api yang sangat panas, hijrah meninggalkan tanah airnya, menjamu tamunya dengan baik, dan bersabar ketika diperintah menyembelih putranya. Firman Allah yang berbunyi ‘faatammahunna’ mengandung makna bahwa tugas yang diperintahkan kepada Ibrahim dilaksanakan dengan segera, sempurna, dan dilakukan semuanya. Menurut Abu Ja’far Ibnu Jarir, “Yang di maksud ‘kalimat’ boleh jadi mengandung semua tugas, atau sebagiannya. Tetapi tidak boleh menetapkan sebagian (tugas) tertentu kecuali ada dalil nash atau ijma’ yang membolehkannya.

Ibrahim Dan Kaumnya
Ibrahim as. bin Nahur –dalam Al-Qur’an bapaknya dinamakan Aazar, tetapi yang lebih kuat bahwa Aazar adalah nama berhala yang dinisbatkan pada bapak Ibrahim, karena pekerjaannya yang senantiasa membuat berhala adalah seorang yang mendapat karunia teramat besar dari Allah. Semenjak kecil beliau terbebas dari kemusyrikan bapak dan kaumnya. Ibrahim menjadi seorang yang hanif dan imam bagi manusia (An-Nahl: 120-121). Dan Ibrahim sangat bersemangat untuk mendakwahi bapaknya dan kaumnya agar hanya menyembah Allah saja. Ini adalah sunnah dakwah bahwa yang pertama kali harus didakwahi adalah orang tua dan keluarga, kemudian kaum dan penguasa.
Menurut pendapat yang kuat, Ibrahim lahir di kota Babil (Babilonia), Irak. Penduduk kota Babil menyembah berhala. Dan bapaknya termasuk orang yang ahli dalam membuat berhala. Ibrahim membantah penyembahan mereka, bahkan berencana untuk menghancurkan berhala-berhala itu. Peristiwa ini diabadikan dalam beberapa surat, di antaranya di QS. 21: 51-70, 26: 69-82, dan 37: 83-98.
Penduduk kota Babil memiliki tradisi merayakan Id setiap tahun dengan pergi keluar kota. Ibrahim diajak bapaknya untuk ikut, tetapi Ibrahim menolak dengan halus. Ia berkata, “Sesungguhnya Aku sakit.” (Ash-Shaaffat: 88-89). Dan ketika kaumnya pergi untuk merayakan Id, Ibrahim segera menuju penyembahan mereka dan menghancurkan dengan kampak yang ada di tangannya. Semua dihancurkan dan hanya disisakan satu berhala yang besar, dan kampak itu dikalungkan pada berhala itu. (Al-Anbiya’: 58) Demikianlah, Ibrahim menghinakan penyembahan kaumnya. Sebenarnya mereka sadar akan kesalahan itu. Tetapi, yang berjalan pada mereka adalah logika kekuatan melawan kekuatan logika Ibrahim. Akhirnya mereka memutuskan untuk membakar Ibrahim (Ash-Shaaffat : 97; Al-Anbiya’: 68-70).

Ibrahim Dan Raja An-Namrud
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah Telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: ‘Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,’ orang itu berkata: ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata: ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’ Lalu, terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”
Menurut ulama tafsir dan nasab, raja itu adalah Raja An-Namrud bin Kan’an, penguasa Babil. menurut As-Sudy, ”Debat ini terjadi antara Ibrahim dan Raja Namrud setelah Ibrahim selamat dari upaya pembunuhan dibakar api.” Zaid bin Aslam berpendapat, ”Ibrahim diutus pada raja yang diktator tersebut, memerintahkan agar beriman kepada Allah. Berkali-kali diseru agar beriman, tetapi terus menolak. Kemudian menantang Ibrahim a.s. agar mengumpulkan pengikutnya dan Namrud pun mengumpulkan rakyatnya lantas terjadilah debat yang disebutkan Al-Qur’an tersebut.” Sekali lagi kekuatan logika Ibrahim a.s. mengalahkan logika kekuasaan Namrud.
Kisah kematian Raja Namrud dan tentaranya disebutkan dalam Kitab al-Bidayah wa an-Nihayah Ibnu Katsir. Namrud mengumpulkan tentara dan pasukannnya saat terbit matahari. Kemudian Allah mengutus nyamuk yang menyebabkan para tentara dan pasukannya tidak dapat lagi melihat matahari. Nyamuk-nyamuk besar itu memakan daging dan darah mereka dan meninggalkan tulangnya. Salah satu nyamuk masuk ke hidung Raja Namrud dan diam di sana selama 400 tahun sebagai bentuk adzab Allah atas raja itu. Selama waktu itu pula Namrud senantiasa memukuli kepalanya hingga ia mati.

Ibrahim Dan Keluarganya Hijrah Ke Baitul Maqdis
Setelah selamat dari upaya pembunuhan kaumnya dan setelah terbebas dari kezhaliman Raja Namrud, Ibrahim a.s. bersama istrinya, Sarah, bapak, dan saudara sepupunya, Luth a.s. hijrah menuju Syam. Tepatnya ke Baitul Maqdis, Palestina (Ash-Shaaffat: 99). Di tengah jalan, di daerah Haran, Damasqus, bapaknya meninggal. Ibrahim bersama keluarganya menetap sementara di Haran. Penduduk kota ini menyembah bintang dan berhala. Di kota ini Ibrahim a.s. menyinggung dan menentang penyembahan mereka yang menyembah bintang, bulan, dan benda langit lainnya. Kisah ini diabadikan dalam Alquran surat 6:75-83.
Ibrahim a.s. dan keluarganya melanjutkan perjalanan ke Baitul Maqdis setelah sebelumnya mampir di Mesir. Dari Mesir Ibrahim a.s. mendapat banyak hadiah harta, binatang ternak, budak, dan pembantu bernama Hajar yang keturunan Qibti, Mesir. Di Baitul Maqdis Ibrahim a.s. mendapat penerimaan yang baik. Selama dua puluh tahun tinggal di Baitul Maqdis, Ibrahim a.s. tidak mendapatkan keturunan sehingga istrinya, Sarah, merasa kasihan dan memberikan budaknya pada Ibrahim. Berkata Sarah pada Ibrahim, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan aku untuk mendapatkan anak. Masuklah pada budakku ini, semoga Allah memberi rezki anak pada kita.”
Setelah itu, lahirlah Ismail a.s. Tetapi Sarah merasa cemburu berat. Akhirnya, Ibrahim a.s. membawa Hajar dan putranya ke suatu tempat yang disebut Gunung Faran (Mekah sekarang), suatu tempat yang sangat tandus, padang pasir yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Dan tidak lama setelah kelahiran Ismail a.s., Allah juga memberi kabar gembira bahwa dari perut Sarah akan lahir seorang anak. Lahirlah Ishaq a.s. Ibrahim a.s. sujud, bersyukur atas karunia yang sangat besar ini. Puncak kenikmatan yang diberikan Allah kepada Ibrahim adalah kedua putra itu kelak menjadi nabi dan secara turun-temurun melahirkan nabi. Dari Ishak a.s. lahir Ya’kub dan Yusuf a.s. serta keluarga nabi dari Bani Israil. Sedangkan dari keturunan Ismail a.s. lahirlah Nabi Muhammad saw.

Pengorbanan Ibrahim Dan Keluarganya
Episode berikutnya dilalui Ibrahim a.s. dan keluarganya dengan pengorbanan demi pengorbanan. Tidak ada pengorbanan yang lebih besar dari seorang kepala rumah tangga melebihi pengorbanan meninggalkan putra dan istri yang paling dicintainya. Tetapi itu semua dilakukan Ibrahim dengan penuh ikhlas menyambut seruan Allah, yaitu seruan dakwah. Peristiwa ini diabadikan Allah dalam Al-Qur’an di surat 14:37-40.
Disebutkan dalam riwayat, ketika Ibrahim a.s. akan meninggalkan putranya, Ismail, istrinya, Hajar, saat itu dalam kondisi menyusui. Ketika Ibrahim meninggalkan keduanya dan memalingkan wajah, Hajar bangkit dan memegang baju Ibrahim. “Wahai Ibrahim, mau pergi ke mana? Engkau meninggalkan kami di sini dan tidak ada yang mencukupi kebutuhan kami?” Ibrahim tidak menjawab. Hajar terus-menerus memanggil. Ibrahim tidak menjawab. Hajar bertanya, “Apakah Allah yang menyuruhmu seperti ini?” Ibrahim menjawab, “Ya.’ Hajar berkata, “Kalau begitu pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan kita.” Tetapi, itu bukan puncak pengorbanan Ibrahim dan keluarganya. Puncak pengorbanan itu datang dalam bentuk perintah yang lebih tidak masuk akal lagi dari sebelumnya. Ibrahim diperintah untuk menyembelih Ismail (Ash-Shaaffat: 102-109).

Berkah Pengorbanan
Kisah dan keteladanan Ibrahim a.s. memberikan pelajaran yang sangat dalam kepada kita bahwa pengorbanan akan melahirkan keberkahan. Ibrahim menjadi orang yang paling dicintai Allah, khalilullah, imam, abul anbiya (bapak para nabi), hanif, sebutan yang baik, kekayaan harta yang melimpah ruah, dan banyak lagi. Hanya dengan pengorbananlah kita meraih keberkahan.
Dari pengorbanan Ibrahim dan keluarganya, Kota Makkah dan sekitarnya menjadi pusat ibadah umat manusia sedunia. Sumur Zamzam yang penuh berkah mengalir di tengah padang pasir dan tidak pernah kering. Dan puncak keberkahan dari itu semua adalah dari keturunannya lahir seorang manusia pilihan: Muhammad saw., nabi yang menjadi rahmatan lil’alamiin. Pengorbanan akan memberikan keberkahan bagi hidup kita, keluarga, dan keturunan kita. Pengorbanan akan melahirkan peradaban besar. Kisah para pahlawan yang berkorban telah membuktikan aksioma ini: Ibrahim dan keluarganya –Ismail, Ishaq, Siti Sarah dan Hajar; Muhammad saw. dan keluarganya –siti Khadijah, ‘Aisyah, Fatimah, dan lain-lain.
Begitu juga para sahabat yang mulia: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan lain-lain. Para pemimpin setelah sahabat, tabi’in, dan tabiit tabi’in: Umar bin Abdul Aziz, Hasan Al-Bashri, Muhammad bin Mubarak, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam As-Syafi’i, dan Imam Ahmad. Tak ketinggalan para pahlawan dari generasi modern juga telah mencontohkan kepada kita. Mereka di antaranya Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab, dan Hasan Al-Banna. Dan kita yakin akan terus bermunculan pahlawan-pahlawan baru yang siap berkorban demi kemuliaan Islam dan umatnya. Sesungguhnya, bumi yang disirami oleh pengorbanan para nabi, darah syuhada, dan tinta ulama adalah bumi yang berkah.

Perjuangan Siti Hajar Membesarkan Ismail
Saat pertama kali dibawa Ibrahim AS dari Kan’aan menuju lembah yang gersang, sungguh, Siti hajar penuh dengan ketakutan. Sebab, suku Amaliqah yang suka berkemah saja, setelah beberapa hari bermukim di sana, tak pernah lagi ingin mengunjungi lembah tersebut lantaran susah mendapatkan air dan makanan ternak. Saat tiba di lembah tersebut tampak sekali kegelisahan, kebingungan, dan ketakutan Siti Hajar, dan Nabi Ibrahim AS sangat memahaminya. Akan tetapi Siti Hajar memahami apa yang dilakukan Nabi Ibrahim AS adalah perintah Allah, maka ia menerimanya dengan penuh keikhlasan dan keyakinan bahwa Allah tidak akan menelantarkannya. Dengan nada tegas Siti Hajar mengatakan saat Ibrahim AS ingin menaiki kendaraannya, “Jika memang begitu perintah-Nya, aku yakin Allah tidak akan menelantarkan kami.”
Setelah kepergian Nabi Ibrahim as, Siti Hajar mulai merasuki kehidupan yang berbeda, yang hanya ditemani olah putranya Ismail as. Keesokan paginya, Siti Hajar terbangun karena tangis keras bayinya, Ismail as. Siti Hajar pun mulai panik dan bingung karena bayinya sangat lapar dan dahaga. Ia mengambil tempat air yang dibawanya, namun ternyata isinya sudah habis. Ia pun mulai mencari ke-sekeliling tempatnya bermukim. Dia pergi menuju bukit Shafa berharap ada sekelompok kafilah di sana, namun ternyata tidak ada.
Tiba-tiba dilihatnya kilauan air di lereng bukit Marwa, dikejarnya namun ternyata tidak ada. Ia melihat pula di bukit Shafa ada air, didatangi lembah bukit tersebut ternyata tidak ada juga air di sana. Ia berbolak balik antara Shafa dan Marwa hingga tujuh kali, meski sengatan matahari membakar wajahnya dan hamparan pasir membuat telapak kakinya berdarah-darah.
Di tengah harap dan putus asa, ia kembali menemui bayinya. Ketika dekat dengan anaknya, ia terkejut. Tadi Ismail AS menangis kenapa sekarang tenang? Ia tersentak kaget bercampur bahagia melihat air yang mengalir di bawah kaki bayinya. Air itu muncul bekas hentakan kaki bayinya saat menangis. Ia pun mencidukkan air tersebut dengan tangannya dan memberi minum bayinya. Ia pun tak henti-hentinya memuji Allah atas rahmat yang dianugerahkan kepadanya. Banyak keberkahan yang Allah turunkan di sana hingga sampai Nabi Ismail tumbuh dewasa.

Kisah Penyembelihan Nabi Ismail
Dengan tumbuhnya Nabi Ismail menjadi anak yang dewasa serta taat kepada orang tua, menjadikan Ibrahim dan Siti Hajar bahagia. Sampai suatu hari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bermimpi menyembelih anaknya, lalu beliau memberitahukan mimpinya itu kepada anaknya. “wahai anakku Ismail sesungguhnya aku bermimpi, aku menyembelih Engkau”, kemudian Ismail menjawab “wahai ayahku sesungguhnya jika ini perintah Allah SWT maka lakukanlah” dan saat masing-masing sudah bersiap-siap menjalankan perintah Allah, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga sudah membaringkan Nabi Ismail dan telah mengambil pisau untuk menyembelihnya. Tetapi saat hendak menyembelihnya, angin segar pun datang, malaikat Jibril datang membawa kambing yang besar untuk menebus Nabi Ismail. Dan akhirnya yang disembelih pada saat itu bukan Nabi Ismail melainkan seekor kambing yang besar dan peristiwa ini dijadikan sandaran dalam pensyariatan kurban pada hari raya Idul Adha. Wallahua’lam.


Daftar Pustaka

http://www.dakwatuna.com/2012/10/30/23835/tapak-tilas-nabi-ibrahim-bagian-ke-1/#ixzz6Hs5QiuyH
 http://www.dakwatuna.com/2007/01/25/75/keteladanan-nabi-ibrahim/#ixzz6Hs52k41b


Facebook : Hamiyati Armia

Email : amihamiyati1994@gmail.com

WatShapp/Telegram : 085296393793

Instgram : hamiyati05



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA (SIKLUS MENTRUASI WANITA)

Cerita Pribadi (Fiksi)

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA (PEMBELAHAN SEL)