PERMULAAN SEJARAH PASUKA BERGAJAH
DIMEURAH MULIA DAN ASAL MULA NAMA SULTHAN MALIKUSSALEH
“Sesungguhnya, dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan singa terdapat tanda-yanda
bagi orang-otrang yang berakal, (yaitu) orang yang mengingatkan Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka periharalah kami dari
siksa neraka.” (QS. Ali Imran 3:190-191).
HamiyatiArmia:
Meurah Mulia dan Hubungan Kekerabatan dengan Samudera Pasai.
Meurah Mulia sebenarnya layak
ditulis menjadi sebuah kisah sejarah yang terabaikan dari catatan para penulis.
Meurah Mulia kini menjadi sebuah kecamatan yang terletak di kawasan agak
pedalaman, ke arah selatan Aceh Utara. Jika melihat kilas balik sejarah, sebenarnya
Meurah Mulia merupakan bagian dari anak kerajaan Samudera Pasai (wilayah sagoe)
yang sering luput dari perhatian peneliti sejarah. Padahal di bekas anak
kerajaan ini banyak menyimpan sejarah yang mengharukan. Seperti namanya yang
unik ; meurah dalam bahasa Aceh berarti: gajah (pomeurah), dan mulia berarti:
ramah, baik, dan luhur. Konon di kawasan Jungka Gajah yang menjadi ibukota
kecamatan ini dulu kala ditemukan seekor gajah mati. Lalu legenda itu menjadi
cikal bakal nama ibukota kecamatan sampai sekarang, yang pada dasarnya; jungka
(bahasa Aceh) berarti: kepala atau muka, dan gajah berarti: meurah. Dengan
demikian Jungka Gajah mengandung pengertian : kepala atau muka gajah. Maka
serasilah antara nama Meurah Mulia dengan ibukotanya Jungka Gajah.
Dalam masyarakat Aceh, gajah
(meurah) merupakan simbol keperkasaan. Dalam dunia kemiliteran Aceh, gajah
menjadi lambang patriotisme dan ketangkasan. Maka tak pelak, jika masa
kesultanan Aceh dan Samudera Pasai juga dibentuk barisan pasukan tentara
bergajah. Dari logika semacam ini dapat diprediksikan bahwa Meurah Mulia sangat
intim dan merupakan bagian yang sangat tersohor dalam mempertahankan dan
memajukan kerajaan Samudera Pasai. Nama asli Sultan Malikussaleh pun, bersal
dari nama gajah yaitu Meurah Silue. Dengan demikian kata meurah: gajah, sangat
populer dikalangan istana raja Pasai.
Bukti lain bahwa Meurah Mulia
adalah bagian dari kekerabatan samudera Pasai jika dilihat dari segi geografis,
adat istiadat, dan kebudayaan. Antara Meurah Mulia dengan Samudera merupakan
suatu kesatuan utuh yang sama sekali tidak dapat dipisahkan. Selain itu, di
Meurah Mulia di Gampong Paya Bili juga terdapat kuburan keturunan bangsawan
yang layak disebut pahlawan Aceh, bernama Pang Husen. Meurah Mulia juga menjadi
pusatnya perguruan tinggi agama Islam, karena dikawasan Gampong Paya Kambuek
merupakan pusatnya persatuan majelis ulama. Salah seorang keturunan ulama
termasyhur dari Meurah Mulia adalah Tgk. Abdul Jalil bin Hamzah atau Tgk.
Samakurok (Tgk. Kurok), seorang ulama kharismatik yang memiliki karamah.
Bila sejarawan mengkaji histori
sejarah Pasai dengan metode kekinian. Pada perbatasan antara kecamatan Samudera
Geudong dengan Meurah Mulia disitu terdapat sebuah areal kuburan tepatnya di
desa Bluek dan disitulah Putroe Beutong anak angkat Sultan Malikussaleh
dikebumikan. Dalam buku Kronik Raja-Raja Pasai ditulis nama Putri Beutung, anak
angkat Sultan Malikussaleh yang ditemukan di hutan rimba ketika sultan berburu.
Manusia asli Kronik Raja-Raja Pasai tersebut hanya ada di meusium sejarah di
Belanda satu-satunya saat ini. Pada perbatasan Samudera-Meurah Mulia juga
terdapat sebuah desa bernama Blang Peuria. Saya memprediksikan, jika Blang
Peuria itu merupakan warisan kepunyaan Mahdum Peuria, anak kandung Putri
Nahrisyah. Blang (bahasa Aceh): sawah, dan peuria berasal dari nama Mahdum
Peuria. Dengan demikian dapat ditapsirkan bahwa Blang Peuria berarti sawah
milik Mahdum Peuria.
Kerajaan Islam Pertama di Samudera
Pasai
Kerajaan Islam pertama dan tertua
di adalah kerajaan Samudera Pasai atau Samudera Pasee. Walaupun penyanyi Aceh,
Armawati AR dalam lagunya yang berjudul “Islam u Aceh”, memaparkan dalam syair
lagunya bahwa Islam pertama masuk ke Aceh disambut oleh raja Perlak, karena
sebagian ahli sejarah menganggap masuk Islam pertama ke Aceh adalah ke Perlak,
Aceh Timur.
Namun yang pasti masuknya Islam
pertama ke Indonesia adalah ditandai dengan berdirinya sebuah kerajaan Islam
yang termasyhur namanya sampai saat ini dan terukir dalam buku sejarah
peradaban dunia yaitu kerajaan Samudera Pasai. “penemu benua Amerika”,
Marcopollo mencatat bahwa ada sebuah kerajaan yang sangat megah dan disegani
dikawasan Asia Tenggara waktu itu bernama Samudera Pasai, seperti yang tertulis
dalam buku Aceh Sepanjang Abad karya Muhammad Said.
Tgk. Taqiyuddin pencerita dan
sejarawan sekaligus kerabat penjaga makan keluarga Sultan Malikussaleh
memaparkan bahwa benar memang Islam pertama masuk ke Perlak, tetapi waktu itu
masuknya Islam ke Perlak sifatnya masih dalam jalur perdagangan. Namun, waktu
Islam tersebar dan sampai ke Samudera Pasai, Sultan Malikussaleh
memproklamirkan Islam sebagai agama bagi semua masyarakat yang berada di bawah
naungan kerajaan ini.
Ada sebagian sejarawan beranggapan
bahwa kata samudera itu bersal dari kata (sambotdrah; bahasa Aceh) yang berarti
menyambut atau menerima sesuatu yang baru. Dalam sejarah ini sesuatu yang baru
itu adalah agama Islam beserta Al-Quran. Lain dari itu, saya sangat setuju jika
samudera itu berasal dari nama lautan atau selat. Jika kita tinjau dari segi
bahasa Melayu lama maupun bahasa Indonesia, samudera itu berarti lautan.
Sedangkan Pasai (pasee) berasal dari kata pasie yang berarti: pinggir laut,
pantai atau pesisir. Sudah jelas fakta membuktikan bahwa memang benar kerajaan
Samudera Pasai berada di kawasan utara Sumatera atau tepatnya di semenanjung
selat Malaka. (Menurut sejarahwan penjaga makam Sultan Malikussaleh yang
penulis wawancarai tahun 2005).
Johan Peusangan mencatat bahwa
masuknya Islam ke Aceh pertama, ke kerajaan Peusangan (sekarang kecamatan
Jeumpa, kabupaten Bireuen). Pendapat ini saya tolak, karena tulisan Johan
Peusangan tersebut tidak didukung oleh referensi yang akurat. Jikapun ada para
sejarawan yang mengakui kebenaran tulisannya, mungkin sama halnya dengan kasus
anggapan masuknya Islam pertam ke Atjeh, ke perlak, Aceh Timur. Tidak ada
tawar-menawar lagi bahwa sejarawan hebat dalam buku-buku menuliskan bahwa
masuknya Islam pertama ke Indonesia adalah ke Aceh, yaitu di kerajaan Samudera
Pasai yang dibawa oleh Maulana Malik Ibrahim seorang ulama dari Arab. Kemudian
Islam meluwas sampai ke pulau Jawa yang dibawa oleh ulama dari Aceh bersama
Maulana Malik Ibrahim. Lalu Islam pun berkembang dengan pesat di pulau Jawa
yang ditandai dengan lahirnya para walisongo (wali sembilan).
Para ulama dari Aceh juga yang
menyebarkan Islam ke Padang (Minangkabau), Sumatera Barat, dan kebanyakan ulama
Padang merupakan alumni pesantren (dayah) Aceh. Setelah sekian lama para ulama
Padang menuntut ilmu di Aceh, mereka kembali ke Padang untuk menyebarkan syiar
Islam. Untuk selanjutnya para ulama dari Padang ini mengajak beberapa ulama
Aceh untuk menyebarkan Islam sampai ke Gorontalo, Sulewesi, (Berita jejak ulama
RCTI tahun 2007).
Jika anda sekarang ingin melihat
jejak kerajaan dan makam raja-raja Samudera Pasai sembari berwisata islami.
Anda dapat menempuh perjalanan kira-kira berjarak 10 km ke arah utara kota
Samudera Geudong, sebuah kota kecil di Aceh Utara. Pada bulan Maret 2009
peneliti sejarah kerajaan Samudra Pasai Tgk. Taqiyuddin telah menemukan
reruntuhan (fondasi) pusat istana kerajaan Samudera Pasai di kawasan desa
Beuringen yang sudah ratusan tahun tertimbun tanah. Tgk. Taqiyuddin sebelumnya
juga menemukan satu stempel (cap) yang diperkirakan merupakan peninggalan
kerajaan Samudera Pasai. Pada bulan April 2009 Tgk. Taqiyuddin juga telah
melakukan survei di kawasan desa Mesjid Bluek, Kec. Meurah Mulia (bekas wilayah
sagoe Samudera Pasai), dan hasilnya membuktikan bahwa makam Sultan Johor berada
di Aceh. Berita tersebut disiarkan oleh harian ternama terbitan Aceh Serambi
Indonesia, dan penemuan saksi sejarah tersebut telah menolak pendapat
Marcopollo dalam buku Aceh Sepanjang Abad karya Muhammad Said, yang memaparkan
bahwa Sultan Johor tewas ditangan Belanda dalam peperangan bersama masyarakat
Aceh dan tidak diketahui dimana kuburannnya.
Dengan demikian berarti antara
wilayah sagoe Meurah Mulia dengan Samudera Pasai memiliki hubungan hirarki yang
sangat erat. Meurah Mulia merupakan suatu kesatuan integrasi dari kerajaan
Samudera Pasai yang menjadi ujung tombak pertahanan wilayah kekuasaan raja
Pasai dengan Pasukan berkenderaan gajah: meurah mulia. Selain Meurah Mulia
beberapa wilayah lain yang sangat berperan dalam memajukan kerajaan Pasai.
Antara lain Blang Jruen dan Matang Kuli (desa Pirak), di desa tersebut tercatat
nama seorang pahlawan nasional Cut Nyak Meutia yang merupakan keturunan darah
biru, kerabat dekat sultan Samudera Pasai. Selain itu, di kawasan Nibong (Simpang
Paya) juga sangat santer dengan legenda Paya Terbang, kisah terbangnya satu
perkampungan untuk menyelamatkan seorang ulama yang diancam bunuh oleh
seseorang. Lalu Paya Terbang menjadi rawa-rawa. Konon legenda Paya Terbang ada
hubungan erat dengan sejarah Raja Bakoi yang ingin menikahi anak kandungnya
sendiri setelah isteri Raja Bakoi meninggal dengan alasan nazar (kaul). Raja
Bakoi adalah suami dari Putri Nahrisyah, ratu Samudera Pasai yang terakhir, dan
legenda tersebut juga berhubungan erat dengan kisah kuburan Tgk. 44, ulama 44
orang yang terbunuh oleh kebiadaban orang zalim.
Asal Mula Nama Sultan Malikussaleh
Nama Malikussaleh tidak begitu asing di
telinga. Ketika nama itu disebutkan, tentu akan mengingatkan kita tentang masa
lalu, perjuangannya saat menyebarluaskan agama Islam di Indonesia bahkan Asia
Tenggara. Apa lagi kini nama itu disematkan pada satu bandara yang berada di
Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Makam Sultan Malikussaleh di Desa
Beuringin, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, bersama Kepala Satuan
Pelayanan (Kasatpel) Bandara Malikussaleh, Sunartopo, untuk mengenal sejarah
sosok yang melegenda tersebut dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.
Malikussaleh atau yang memiliki nama asli
Meurah Silu merupakan keturunan keempat dari Sukee Imeum Peuet dan itu artinya
adalah keturunan empat maharaja dari Champa dan merupakan pendiri pertama
kerajaan-kerajaan di Aceh sebelum masuknya Islam. Setelah memeluk Islam, ia
memiliki nama baru, yaitu Sultan Malikussaleh.
Sultan Malikussaleh adalah raja pertama dari kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam tertua di Nusantara dan memimpin selama kurang lebih 29 tahun. Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak. Sultan Malikussaleh menikah dengan putri dari Kerajaan Perlak, yaitu Ganggang Sari. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Sultan Malik Az-Zahir atau Malikuldhahir. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Az-Zahir, Samudera Pasai mengalami masa kejayaan dan untuk pertama kalinya mengenalkan penggunaan emas di lingkungan kerajaan sebagai mata uang.
Pada masa kejayaannya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan terpenting di kawasan tersebut dan sering dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Arab, Persia, Cina dan India dengan komoditas unggulannya adalah Lada. Selain menjadi pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.
Untuk mengenang perjuangannya, selain disematkan pada bandara kebanggaan masyarakat Aceh Utara dan Lhokseumawe saja, tetapi nama itu juga diabadikan pada salah satu universitas di Aceh Utara yang dikenal dengan nama Unmal atau Universitas Malikussaleh. (RI)
Sultan Malikussaleh adalah raja pertama dari kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam tertua di Nusantara dan memimpin selama kurang lebih 29 tahun. Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Peurlak. Sultan Malikussaleh menikah dengan putri dari Kerajaan Perlak, yaitu Ganggang Sari. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Sultan Malik Az-Zahir atau Malikuldhahir. Pada masa pemerintahan Sultan Malik Az-Zahir, Samudera Pasai mengalami masa kejayaan dan untuk pertama kalinya mengenalkan penggunaan emas di lingkungan kerajaan sebagai mata uang.
Pada masa kejayaannya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan terpenting di kawasan tersebut dan sering dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Arab, Persia, Cina dan India dengan komoditas unggulannya adalah Lada. Selain menjadi pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.
Untuk mengenang perjuangannya, selain disematkan pada bandara kebanggaan masyarakat Aceh Utara dan Lhokseumawe saja, tetapi nama itu juga diabadikan pada salah satu universitas di Aceh Utara yang dikenal dengan nama Unmal atau Universitas Malikussaleh. (RI)
Komentar
Posting Komentar